Selasa, 17 November 2009

Minggu, 15 November 2009

Pendidikan Lingkungan Hidup di Semua Generasi

BAB I

PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum, menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan. Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di bumi berperan besar dalam menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun sayang, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan lingkungan hidup.

Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) bagi sekolah-sekolah dilaksanakan sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kerusakan lingkungan yang akhir-akhir ini terasa semakin parah. Kerusakan lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan hutan mengakibatkan terjadinya bencana di mana-mana seperti banjir, longsor, kekeringan, dan menurunya tingkat kesuburan tanah. Sebab utama dari kerusakan hutan dan lahan ini adalah ulah manusia yang mengeksploitasi alam secara berlebihan baik dengan alasan untuk kebutuhan hidup, ekonomi, maupun pembangunan.

Melalui upaya pembelajaran ini diharapkan akan tumbuh perasaan cinta lingkungan pada diri anak-anak yang selanjutnya diharapkan akan menjadi suatu kebutuhan dalam hidupnya. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) adalah sebuah upaya merubah mind set, menanamkan perilaku ramah lingkungan dan menciptakan budaya yang berakar pada tradisi kearifan terhadap lingkungan. Melalui Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan minat serta rasa cinta terhadap pohon dan lingkungan alam sekitarnya.

  1. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:

  1. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan lingkungan hidup?

  2. Bagaimana visi dan misi pendidikan lingkungan yang harus dikembangkan?

  3. Bagaimana tujuan, sasaran, dan ruang lingkup kebijakan pendidikan lingkungan hidup?

  4. Apa landasan kebijakan pendidikan lingkungan hidup?

  5. Bagaimana dengan kebijakan umum yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup?

  6. Bagaimana strategi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup?

  1. Tujuan Penulisan

  1. Memahami pengertian pendidikan lingkungan hidup

  2. Mengetahui visi dan misi pendidikan lingkungan yang harus dikembangkan

  3. Mengetahui tujuan, sasaran, dan ruang lingkup kebijakan pendidikan lingkungan hidup

  4. Mengetahui landasan kebijakan pendidikan lingkungan hidup

  5. Mengetahui kebijakan umum yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup

  6. Mengetahui strategi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup







BAB II

PEMBAHASAN

  1. PENGERTIAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

Pendidikan lingkungan hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Pendidikan Lingkungan hidup dibagi tiga, yaitu formal, non formal, dan informal.

  1. Pendidikan lingkungan hidup formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri).

  2. Pendidikan lingkungan hidup nonformal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL, ISO 14000, PPNS).

  3. Pendidikan lingkungan hidup informal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak berjenjang.

B. VISI DAN MISI

1. Visi

Visi pendidikan lingkungan hidup yaitu: Terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan, kesadaran dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Pada hakikatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan pendidikan lingkungan hidup yang ada selama ini dan sejalan dengan filosofi pembangunan berkelanjutan yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem.

2. Misi

Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu:

  1. Mengembangkan kebijakan pendidikan nasional yang berparadigma lingkungan hidup;

  2. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di pusat dan daerah;

  3. Meningkatkan akses informasi pendidikan lingkungan hidup secara merata;

  4. Meningkatkan sinergi antar pelaku pendidikan lingkungan hidup.

C. TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP KEBIJAKAN

        1. Tujuan

Mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.

Sesuai dengan tujuan pendidikan lingkungan hidup, maka disusunlah kebijakan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang mendorong semua pihak berperan dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup untuk pelestarian lingkungan hidup.

    1. a.

  1. Sasaran

Sasaran kebijakan pendidikan lingkungan hidup adalah:

1. Terlaksananya pendidikan lingkungan hidup di lapangan sehingga dapat tercipta kepedulian dan komitmen masyarakat dalam turut melindungi, melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan lingkungan hidup;

2. Diarahkan untuk seluruh kelompok masyarakat, baik di perdesaan dan perkotaan, tua dan muda, laki-laki dan perempuan di seluruh wilayah Indonesia sehingga tujuan pendidikan lingkungan hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud dengan baik.

  1. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Pendidikan lingkungan hidup yang melalui jalur formal, nonformal dan jalur informal dilaksanakan oleh seluruh stakeholder.

2. Diarahkan kepada beberapa hal yang meliputi aspek: a) kelembagaan, b) SDM yang terkait dalam pelaku/pelaksana maupun objek pendidikan lingkungan hidup, c) sarana dan prasarana, d) pendanaan, e) materi, f) komunikasi dan informasi, g) peran serta masyarakat, dan h) metode pelaksanaan.

D. Landasan Kebijakan

Kebijakan pendidikan lingkungan hidup disusun berdasarkan:

  1. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

  2. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

  3. UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

  4. UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional;

  5. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

  6. Keputusan Bersama Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1991 dan Nomor 38 Tahun 1991; tentang Peningkatan Pemasyarakatan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Melalui Jalur Agama.

  7. Piagam Kerja Sama Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Menteri Dalam Negeri Nomor 05/MENLH/8/1998 dan Nomor 119/1922/SJ tentang Kegiatan Akademik dan Non Akademik di Bidang Lingkungan Hidup;

  8. Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 0142/U/1996 dan Nomor KEP:89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup;

  9. Naskah Kerja Sama antara Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi Malang sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup Nasional untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan Direktorat Pengembangan Kelembagaan/Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 218/C19/TT/1996 dan Nomor B-1648/I/06/96 tentang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah Kejuruan.

  10. Komitmen-komitmen Internasional yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup.

E. Kebijakan Umum

Kebijakan umum pendidikan lingkungan hidup terdiri dari:

  1. Kelembagaan pendidikan lingkungan hidup menjadi wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang berbudaya lingkungan

Selama ini pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan masih banyak mengahadapi berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan sangat krusial adalah belum optimalnya kelembagaan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia sebagai wadah yang ideal dan efektif dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan. Kelembagaan pendidikan lingkungan hidup yang ideal dan efektif tersebut perlu memperhatikan berbagai aspek yang meliputi antara lain:

a. Adanya kebijakan pemerintah pusat, daerah dan komitmen seluruh stakeholder yang mendukung pengembangan pendidikan lingkungan hidup.

b. Adanya jejaring dan kerja sama antar lembaga pelaksana pendidikan lingkungan hidup

c. Adanya mekanisme kelembagaan yang jelas yang meliputi tugas, fungsi dan tanggung jawab masing-masing pelaku pendidikan lingkungan hidup.

d. Adanya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup

  1. Sumber daya manusia pendidikan lingkungan hidup yang berkualitas dan berbudaya lingkungan

Berhasil tidaknya pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di lapangan ditentukan antara lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku dan kelompok sasaran pendidikan lingkungan hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelaku pendidikan lingkungan hidup (misalnya: guru, pengajar, fasilitator) diharapkan akan menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup di sekitarnya.

  1. Sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup sesuai dengan kebutuhan

Agar proses belajar-mengajar dalam pendidikan lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik, perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, peralatan belajar-mengajar. Di samping itu, dalam melaksanakan pendidikan lingkungan hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan.

  1. Pengalokasian dan pemanfaatan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif

Penyelenggaraan pendidikan lingkungan hidup perlu didukung pendanaan yang memadai. Pendanaan dan pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup tersebut sangat bergantung kepada komitmen pelaku pendidikan lingkungan hidup di semua tingkatan, baik pusat dan daerah. Agar pendidikan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan baik perlu adanya keterlibatan semua pihak dalam pengalokasian anggaran yang proporsional dan penggunaan anggaran pendidikan lingkungan hidup yang efisien dan efektif.

  1. Materi pendidikan lingkungan hidup yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, komprehensif dan aplikatif

Penyusunan materi pendidikan lingkungan hidup harus mengacu pada tujuan pendidikan lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu, materi pendidikan lingkungan hidup perlu dipersiapkan secara matang dengan mengintegrasikan pengetahuan lingkungan yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, dan disusun secara komprehensif, serta mudah diaplikasikan kepada seluruh kelompok sasaran.

  1. Informasi yang berkualitas dan mudah diakses sebagai dasar komunikasi yang efektif

Kualitas informasi tentang pendidikan lingkungan hidup perlu terus dibangun dan dijamin ketersediaannya agar setiap orang mudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang berkualitas dapat digunakan untuk pelaksanaan komunikasi efektif antar pelaku dan kelompok sasaran serta bagi pengembangan pendidikan lingkungan hidup.

  1. Keterlibatan dan ketersediaan ruang bagi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan hidup

Keterlibatan masyarakat diperlukan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan lingkungan hidup. Oleh karena itu, pelaku pendidikan lingkungan hidup perlu memberikan peran yang jelas bagi keterlibatan masyarakat tersebut.

  1. Metode pendidikan lingkungan hidup berbasis kompetensi

Metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup merupakan hal yang penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang baik (berbasis kompetensi dan aplikatif), dapat meningkatkan kualitas pendidikan lingkungan hidup sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan.

F. STRATEGI PELAKSANAAN

Strategi pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan penjabaran kebijakan umum yang tertuang dalam butir B di atas. Strategi ini memberikan kerangka umum untuk mewujudkan cita-cita pengembangan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia, sehingga dapat diciptakan manusia Indonesia yang berpengetahuan, berketerampilam, bersikap dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap nasib lingkungan hidup kita serta dapat turut bertanggung jawab aktif dalam upaya pelestarian lingkungan hidup di sekitar kita.

Strategi-strategi ini saling berkait satu dengan lainnya, namun demikian hal ini tidak berarti strategi-strategi harus menjadi satu kesatuan yang berturutan, sehingga dalam pelaksanaan strategi tersebut tidak perlu dilaksanakan secara seri berdasarkan urutan strategi yang ada.

Strategi Pelaksanaan ini meliputi:

  1. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pendidikan lingkungan hidup sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang ditujukan untuk:

    1. mendorong pembentukan, penguatan dan pengembangan (revitalisasi) kapasitas kelembagaan PLH;

    2. mendorong tersusunnya kebijakan pendidikan lingkungan hidup di tingkat Pusat dan Daerah;

    3. memperkuat koordinasi dan jaringan kerja sama pelaku pendidikan lingkungan hidup;

    4. membangun komitmen bersama untuk PLH (termasuk komitmen pendanaan);

    5. Mendorong terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.

  1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan (kompetensi) SDM PLH, baik pelaku maupun kelompok sasaran pendidikan lingkungan hidup sedini mungkin melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif.

Mengembangkan kualitas SDM Masyarakat, yang meliputi guru, murid sekolah, aparatur pemerintah, para ulama serta seluruh lapisan masyarakat sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh harus dilakukan melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif. Upaya ini harus dilakukan oleh seluruh komponen bangsa sehingga generasi muda, subjek dan objek pendidikan lingkungan dapat berkembang secara optimal.

Selain itu, peningkatan kemampuan SDM di bidang lingkungan hidup dalam profesionalitas (kompetensi) tenaga pendidik, dan peningkatan kualitas masyarakat dan peningkatan kualitas SDM pada tingkat pengambil keputusan (birokrat) menjadi hal yang penting dilakukan juga dalam rangka pengembangan kebijakan pendidikan lingkungan hidup.

  1. Mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup yang dapat mendukung terciptanya proses pembelajaran yang efisien dan efektif.

Dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana pendidikan lingkungan hidup dapat mendukung terciptanya tempat yang menyenangkan untuk belajar, berprestasi, berkreasi dan berkomunikasi. Optimalisasi sarana dan prasarana ini dapat dilakukan dengan menggunakan perpustakaan, laboratorium, alat peraga, alam sekitar dan sarana lainnya sebagai sumber pengetahuan.

  1. Meningkatkan dan memanfaatkan anggaran pendidikan lingkungan hidup dan mendorong partisipasi publik serta meningkatkan kerja sama regional, internasional untuk penggalangan pendanaan PLH.

Meningkatkan pendanaan pendidikan lingkungan hidup khususnya anggaran pada instansi yang melaksanakan pendidikan lingkungan hidup yang memadai diharapkan dapat memacu perluasan dan pemerataan perolehan pendidikan khususnya pendidikan lingkungan hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dan menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Saat ini anggaran pendidikan khususnya pendidikan lingkungan masih sangat minim, walaupun di dalam Amendemen UUD 1945, pagu anggaran pendidikan telah ditetapkan minimum sebesar 20% dari seluruh APBN.

Di samping itu, sumber pendanaan pendidikan lingkungan hidup dapat digalang dari masyarakat, baik lokal, regional maupun internasional.

  1. Menyiapkan dan menyediakan materi pendidikan lingkungan hidup yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal, modern serta global sesuai dengan kelompok sasaran PLH serta mengintegrasikan materi pendidikan lingkungan hidup ke dalam kurikulum lembaga pendidikan formal.

Penyusunan materi PLH harus mengacu pada tujuan pendidikan lingkungan hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu materi pendidikan lingkungan hidup yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal, modern serta global harus disesuaikan dengan kelompok sasaran PLH.

  1. Meningkatkan informasi yang berkualitas dan mudah diakses dengan mendorong pemanfaatan teknologi.

Dalam meningkatkan informasi yang berkualitas, pemanfaatan teknologi perlu terus diupayakan sehingga pengembangan pendidikan lingkungan dapat berhasil guna dan berdaya guna serta sekaligus dapat memberikan akses kepada masyarakat terhadap informasi tentang pendidikan lingkungan hidup.

  1. Mendorong ketersediaan ruang partisipasi bagi masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan lingkungan hidup.

Dalam meningkatkan peran serta masyarakat dibidang pendidikan lingkungan hidup meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (Pasal 54, UU Sidiknas 2003) perlu terus digalakkan. Selain itu, penyediaan ruang bagi masyarakat untuk pastisipasi akan menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup.

  1. Mengembangkan metode pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang berbasis kompetensi dan partisipatif.

Metode pelaksanaan pendidikan lingkungan adalah hal yang sangat penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan dalam pendidikan lingkungan hidup ditujukan pada pengembangan berbagai metode penyampaian pendidikan lingkungan hidup (antara lain melalui Joyful Learning Process) pada setiap jenjang pendidikan dan pengembangan berbagai metode partisipatif tentang pendidikan lingkungan hidup.































BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Penanaman pondasi pendidikan lingkungan sejak dini menjadi solusi utama yang harus dilakukan, agar generasi muda memiliki bekal pemahaman tentang lingkungan hidup yang kokoh. Pendidikan Lingkungan diharapkan mampu menjembatani dan mendidik manusia agar berperilaku bijak. Walhasil pendidikan lingkungan hidup yang menitikberatkan pada proses internalisasi nilai-nilai pelestarian lingkungan pada diri anak didik akan menjadi senjata yang cukup ampuh dalam memerangi aktivitas perusakan lingkungan. Pendidikan lingkungan hidup diharapkan juga akan menjadi pemicu terjadinya transformasi budaya menuju kultur masyarakat yang mempunyai corak kesholehan ekologis.

Dengan dirumuskan dan ditetapkannya kebijakan pendidikan lingkungan hidup ini, maka diharapkan akan dicapai hal-hal sebagai berikut:

  1. Terciptanya peningkatan kemampuan pelaku pendidikan dan peserta didik di bidang lingkungan hidup;

  2. Terciptanya iklim dan kondisi serta sarana/prasarana yang mendukung terlaksananya strategi pendidikan lingkungan hidup;

  3. Terciptanya komitmen dalam hal pengalokasian anggaran yang berkaitan dengan pendidikan lingkungan hidup;

  4. Tersedianya suatu acuan materi PLH dengan konsep berbasis kompetensi dan ekosistem;

  5. Terciptanya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan pendidikan lingkungan hidup di Indonesia.

  6. Terciptanya lingkungan hidup yang lebih kondusif karena kerusakan hidup dapat diatasi dengan adanya PLH





  1. SARAN

Pelaksanaan PLH hendaknya lebih diperhatikan dan ditingkatkan demi terjaganya kelestarian lingkungan hidup. Kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan PLH hendaknya segera dicari solusinya agar pelaksanaan PLH berjalan lancar. Kerjasama antara pemerintah dan masyarakat hendaknya lebih ditingkatkan agar tujuan dari adanya PLH yaitu untuk mengurangi kerusakan lingkungan dapat mencapai kesuksesan.




























DAFTAR PUSTAKA


Suwarna, Timotius.2009. Bahan Ajar Geografi Lingkungan. Malang: IKIP

Malang


Kusuma, Afandi.2009. Linkungan Hidup, Kerusakan Lingkungan, Pengertian, Kerusakan Lingkungan dan Pelestarian (Online (http://afand.cybermq.com/post/detail/2405/linkungan-hidup-kerusakan-lingkungan-pengertian-kerusakan-lingkungan-dan-pelestarian-), diakses tanggal 25 Oktober 2009


Yunianto, B. Eko.2009. Peduli Sejak Usia Dini (Online(http://www.scribd.com/doc/19629116/PENDIDIKAN-LINGKUNGAN-HIDUP), diakses tanggal 25 Oktober 2009


Putri, Vincencia Septaviani Issera Sulistya.2009. Mendidik Generasi Muda dengan Pendidikan Lingkungan, (Online (http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_contentHYPERLINK "http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=22"&HYPERLINK "http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=22"task=viewHYPERLINK "http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=22"&HYPERLINK "http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=22"id=56HYPERLINK "http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=22"&HYPERLINK "http://walhi-jogja.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=56&Itemid=22"Itemid=22), diakses tanggal 25 Oktober 2009








PENCEGAHAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP


BAB I

PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

Masalah lingkungan Hidup pada hakekatnya merupakan ketidaknormalan kondisi ekosistem. Hal ini terjadi karena tidak berfungsinya secara wajar salah satu atau beberapa unsur ekosistem yang akibatnya dapat diraskan oleh manusia. Masalah lingkungan terjadi oleh aktifitas manusia yang beranggapan bahwa manusia dapat memanfaatkan lingkungan sesuai yang diinginkannya. Perubahan strategi pemanfaatan lingkungan yang seharusnya hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia, bergeser menjadi untuk memenuhi keinginan manusia berakibat manusia kehilangan kendali dan tidak ada usaha untuk mengadakan penghematan akan cadangan sumber daya alam yang ada. Pada dasarnya masalah lingkungan yang kita hadapi sekarang ini adalah masalah kepadatan penduduk dan kemiskinan, serta masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup oleh proses pembangunan. Penyebab terjadinya masalah lingkungan tersebut adalah adanya pertambahan penduduk, sehingga penyediaan akan kebutuhan pun bertambah banyak pula. Semakin besarnya jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya persaingan dalam mempertahankan eksistensinya, sehingga berkembang pola-pola kehidupan persaingan yang mengakibatkan manusia tidak puas dengan terpenuhi kebutuhannya, tetapi merasa perlu lebih dari pada yang lain sehingga manusia terdorong untuk memenuhi kebutuhannya.

Masalah kerusakan lingkungan selalu menjadi sesuatu yang kasatmata jika berbicara tentang isu-isu lingkungan hidup. Padahal, kerusakan lingkungan tidak serta merta terjadi dan tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan banyak hal dan banyak kepentingan yang saling berpengaruh. Seperti kasus dugaan pencemaran lingkungan Teluk Buyat oleh PT Newmont Minahasa Raya yang akan menduduki peringkat teratas daftar kasus utama lingkungan hidup yang belum diselesaikan.

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Longgena Ginting mengemukakan bahwa masalah lingkungan yang sedang kita hadapi jauh lebih buruk dan kompleks dari yang dapat dibayangkan. Degradasi lingkungan telah mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan dan sudah pada tingkat mengancam kehidupan kita sendiri. Masalah lingkungan tidak lagi dapat digambarkan dengan tingkat deforestasi, polusi, degradasi lingkungan, banjir, atau fenomena lain yang secara fisik dapat dilihat. Akan tetapi, di balik semua itu, kita sedang menghadapi destruksi yang secara sistematis menempatkan manusia dalam risiko yang sangat besar di masa yang akan datang.

Masalah lingkungan hidup bukan hanya persoalan salah satu negara saja, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh bangsa dan negara (kehidupan global). Oleh karena itulah berbagai upaya dilakukan orang untuk mencegah tambah rusaknya lingkungan hidup. Seperti dengan diselenggarakannya KTT Bumi, Protocol Kiyoto, dan sebagainya. Bahkan beberapa negara yang masih memanfaatkan bahan bakar fosil, berusaha mengurangi efek rumah kaca dengan menggunakan bahan bakar gas alam yang secara ekonomis sangat kompetitif bila dibandingkan dengan penggunaan minyak bumi atau baatubara. Mengurangi pembakaran bahan bakar fosil bagi pemenuhan kebutuhan energi ini tentu mempunyai manfaat yang besar, paling tidak sebagai langkah penghematan cadangan sumber daya alam yang ada untuk dipergunakan oleh anak cucu kita nanti.

Manusia di bumi ini menmpunyai tugas utama yaitu memanfaatkan dan memelihara lingkungan hidup. Kedua tugas ini harus dapat berjalan seimbang, bukan hanya memanfaatkan yang di nomer satukan. Oleh karena itu melakukan pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan hidup merupakan tugas kita sebagai manusia yang merupakan subyek penyebab kerusakan lingkungan hidup dan sekaligus obyek yang terkena dampak dari kerusakan tersebut.

    1. Rumusan Masalah

  1. Apa penyebab dari kerusakan lingkungan hidup?

  2. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup?

  3. Bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia dan dunia untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup?

  4. Apa saja kelemahan strategis dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia?

    1. Tujuan

  1. Untuk mengetahui penyebab dari kerusakan lingkungan hidup.

  2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup.

  3. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah Indonesia dan dunia untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup.

  4. Untuk mengetahui kelemahan strategis dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia.


BAB II

PEMBAHASAN


2.1 Penyebab Kerusakan Lingkungan Hidup

Penyebab utama kerusakan lingkungan hidup menurut Emil Salim ada dua yaitu:

  1. Pertumbuhan penduduk

Akibat adanya pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan terjadinya defersifikasi mata pencaharian penduduk dan pertambahan kebutuhan penduduknya, maka hal ini berakibat semakin sulitnya pengontrolan terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia di dalam lingkungan. Salah satu dampak langsung dari pertumbuhan penduduk ini adalah terjadinya kemiskinan. Adanya kemiskinan ini secara tidak langsung juga memberi sumbangan terhadap kerusakan lingkungan hidup. Beberapa masalah yang berkaitan antara tingkat kemiskinan dan tingkat kerusakan lingkungan hidup antara lain:

  • Lahan tempat tinggal penduduk.

Penduduk miskin yang terdesak akan mencari lahan-lahan kritis atau lahan-lahan konservasi sebagai tempat pemukiman. Lahan-lahan yang seharusnya berfungsi sebagai kawasan penyangga atau mempunyai fungsi konservasi tersebut akan kehilangan fungsi lingkungannya setelah dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman. Akibat berikutnya, maka akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan lingkungan.

  • Lapangan pekerjaan

Penduduk miskin tanpa mata pencaharian akan memanfaatkan lingkungan sekitar, sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhannya tanpa mempertimbangkan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku. Karena desakan ekonomi, banyak penduduk yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memasuki kawasan-kawasan yang sebenarnya dilindungi, apabila tidak dicegah dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama menyebabkan kawasan lindung akan berkurang bahkan hilang sama sekali, yang berdampak pada hilangnya fungsi lingkungan (sebagai pemberi jasa lingkungan).

  • Rendahnya kesadaran lingkungan

Penduduk miskin yang mempunyai tingkat pendidikan rendah akan cenderung mempunyai tingkat pengetahuan, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan hidup yang juga rendah. Ada kaitan yang erat dan bersifat timbal-balik antara kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan penduduk. Biasanya, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan sebaliknya kemiskinan menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan penduduk yang dapat diraih.Bila pendidikan penduduk rendah maka pemahaman terhadap masalah-masalah lingkungan juga rendah. Dampak selanjutnya, bila pemahaman terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan rendah maka tingkat kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan hidup yang sehat juga rendah bahkan tidak ada.


Pola hidup konsumtif yang telah banyak dipraktekkan oleh negara-negara maju, telah mempercepat proses kerusakan lingkungan. Hal ini ditunjukkan dengan pemakaian bahan bakar fosil yang mereka gunakan, yaitu sebesar 70% dari penduduk dunia. Pembakaran fosil seperti minyak bumi dan batu bara secara besar-besaran ini mereka lakukan untuk keperluan pembangkit tenaga listrik, industrialisasi, dan transportasi. Pembakaran bahan bakar menghasilkan gas yang berbahaya seperti karbon monoksida (CO), karbon dioksida (CO2), dan belerang dioksida (SO2). Peningkatan jumlah gas ini secara tidak langsung mempunyai efek terhadap manusia melalui perubahan iklim. Karbon dioksida (CO2) menyebabkan efek rumah kaca (greenhouse) transparan terhadap radiasi gelombang pendek dan meyerap radiasi gelombang panjang. Dengan demikian kenaikan konsentrasi CO2 di atmosfer akan menyebabkan kenaikan suhu permukaan bumi. Pembakaran bahan bakar yang menghasilkan energi, merupaka n sumber utama pencemaran udara. Sampai sekarang masalah pencemaran batu bara, yiatu jelaga, belerang dioksida, abu yang beterbangan, dan zat yang dimuntahkan dari industri ke atmosfer. Pemakaian bahan bakar minyak dan gas alam untuk tenaga listrik, gasolin, dan kerosin untuk kapal jet, dan minyak diesel untuk transportasi menimbulkan pencemaran udara jenis baru dalam hal ini reaksi fotokimia berperan penting. Dengan konsumsi energi yang demikian tinggi dan pola hidup yang konsumtif, masyarakat negara maju telah menjadi penghasil berbagai limbah dalam jumlah yang sangat besar.


  1. Kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

Kemajuan IPTEK merupakan prestasi gemilang yang dicapai manusia yang sekaligus merupakan penyebab terbesar kerusakan lingkungan. Peradaban manusia semakin maju, seiring dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih. Kemajuan di bidang teknologi ini mempengaruhi sikap dan pandangan hidup manusia. Sikap dan pandangan hidup yang semula immanent atau holistik berangsur menjadi pandangan yang bercorak transeden. Pandangan ini memandang lingkungan hidup sebagai obyek bukan sebagai bagian dari integral dirinya. Lingkungan tidak dipandang sejajar atau fungsional melainkan sudah menjadi subordinasi dari kepentingan manusia, karena itu lingkungan dapat dieksploitasi berdasarkan kehendak untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Alam harus ditundukkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.

Pesatnya kemajuan IPTEK turut menggesar pola pikir dan tingkah laku manusia. Terjadi pergesaran nilai hubungan antar manusia dengan lingkungannya. Tingkah laku yang dipengaruhi kemajuan IPTEK tersebut, memberikan tekanan yang semakin berat pada daya dukung lingkungan.


2.2 Upaya Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup

Upaya pencegahan terhadap kerusakan lingkungan hidup penting untuk dilakukan, jika melihat kerusakan yang ada sekarang. Ketusakan lingkungan di wilayah Indonesai sudah masuk dalam kategori berat. Jika kita melihat kerusakan hutan yang ada di Indonesia, maka kita akan tahu bahwa seluruh hutan di Indonesia sebagian besar sudah rusak. Berdasarkan Statistik Kehutanan 1993, luas kawasan hutan diperkirakan sekitar 141,8 juta hektare. Pada 2001 luas itu telah menurun menjadi sekitar 108,6 juta hektare. Jadi, selama kurun waktu 8 tahun itu luas hutan menyusut sebesar 32,2 juta hektare. Penyusutan terbesar terjadi di Kalimatan, yakni 12,8 juta hektare per delapan tahun, sama dengan 1,6 juta hektare setahun, disusul hutan Sumatera (hilang 11,6 juta hektare), dan lain-lain. Dengan data-data ini, bisa dibayangkan begitu terancamnya bumi kita. Menurut data ini juga, hutan taman nasional atau hutan lindung, yang luasnya 21 juta hektare, cukup terlindungi. Namun, pantauan Ditjen Bangda Depdagri terhadap 11 hutan taman nasional pada 2004 di Sumatera menunjukkan terjadi penjarahan di sana. Ini merupakan data tentang kerusakan hutan, sedangkan masih banyak lagi terjadi kerusakan di wilayah perairan, udara maupun tanah.

Melihat kerusakan lingkungan hidup yang terjadi begitu besar, maka sudah sepantasnya jika perlu dilakukan upaya pencegahan pada terjadinya kerusakan yang berkelanjutan, agar kerusakan yang terjadi tidak bertambah. Selain itu juga perlu dilakukan upaya perbaikan pada kerusakan-kerusakan yang terjadi. Upaya pencegahan kerusakan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat luas tentang pentingnya menjaga linkungan. Pendidikan ini dapat diberikan pada sekolah-sekolah formal yang ada, untuk mendidik anak-anak muda (siswa) sebagai generasi penerus bangsa. Selain itu juga dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan atau seminar-seminar kepada masyarakat umum melalui lembaga kemasyarakatan yang ada. Pendidikan ini perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang fakta kerusakan lingkungan yang sudah terjadi dan pentingnya menjaga lingkungan yang ada agar atidak terjadi kerusakan yang serupa, karena kerusakan lingkungan ini juga akan berdampak pada manusia itu sendiri. Kepada para pengusaha juga perlu diberikan pengertian tentang lingkungan hidup, agar mereka tidak membuang limbah sisa industri yang berbahaya di lingkungan. Limbah industri yang berbahaya dapat mencemari tanah, air, bahkan udara jika industri tersebut menghasilkan asap. Untuk itu kepada para pengusaha itu perlu diberikan pembinaan tentang cara mengolah atau menyaring limbah sisa produksi mereka, sebelum dibuang ke lingkungan. Dalam pemilihan tempat industri pun juga harus memperhatikan etika lingkungan agar tidak mencemari air tanah, udara sekitar perkampungan, maupun tanah pertanian penduduk.

Upaya pendekatan melalui pendidikan ini dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk memperoleh pengertian dasar tentang lingkungan hidup, permasalahannya serta peran dan tanggung jawab manusia dalam upaya melestarikan fungsi-fungsi lingkungan hidup.

2. Membantu individu dan masyarakat mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pengelolaan, menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan memecahkan permasalahan lingkungan.

3. Memupuk kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan hidup dan permasalahannya, melalui penyuluhan terhadap individu atau masyarakat tentang sistem nilai yang sesuai, kepekaan yang kuat atas keperdulian tentang lingkungan dan motivasi untuk secara aktif berpartisipasi terhadap pelestarian fungsi-fungsi lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan.

Selain dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah penegakan hukum. Seperti kasus ilegal logging (penebangan hutan secara liar) yang memerlukan hukum yang tegas, agar para pelaku jera dan tidak melakukan penebangan lagi. Penegakan hukum juga perlu dilakukan pada kasus-kasus pembangunan yang menyalahi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Di Indonesia masih banyak pembangunan yang menyalahi aturan dalam AMDAL, seperti pembangunan mall-mall, kompleks perumahan, maupun kawasan industri.

Untuk melakukan penanggulangan kerusakan lingkungan pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat setempat, pengelolaan ini dikenal dengan Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM). PBM ini merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung didalamnya. Pengelolaan di sini meliputi berbagai dimensi seperti perencanaan, pelaksanaan, serta pemanfaatan hasil-hasilnya. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

(1) Persiapan

Dalam persiapan ini terdapat tiga kegiatan kunci yang harus dilaksanakan, yaitu (1) sosialisasi rencana kegiatan dengan masyarakat dan kelembagaan lokal yang ada, (2) pemilihan/pengangkatan motivator (key person) desa, dan (3) penguatan kelompok kerja yang telah ada/pembentukan kelompok kerja baru.

(2) Perencanaan

Dalam melakukan perencanaan upaya penanggulangan pencemaran laut berbasis masyarakat ini terdapat tujuh ciri perencanaan yang dinilai akan efektif, yaitu (1) proses perencanaannya berasal dari dalam dan bukan dimulai dari luar, (2) merupakan perencanaan partisipatif, termasuk keikutsertaan masyarakat lokal, (3) berorientasi pada tindakan (aksi) berdasarkan tingkat kesiapannya, (4) memiliki tujuan dan luaran yang jelas, (5) memiliki kerangka kerja yang fleksibel bagi pengambalian keputusan, (6) bersifat terpadu, dan (7) meliputi proses-proses untuk pemantauan dan evaluasi.



(3) Persiapan Sosial

Untuk mendapatkan dukungan dan partisipasi masyarakat secara penuh, maka masyarakat harus dipersiapkan secara sosial agar dapat (1) mengutarakan aspirasi serta pengetahuan tradisional dan kearifannya dalam menangani isu-isu lokal yang merupakan aturan-aturan yang harus dipatuhi, (2) mengetahui keuntungan dan kerugian yang akan didapat dari setiap pilihan intervensi yang diusulkan yang dianggap dapat berfungsi sebagai jalan keluar untuk menanggulangi persoalan lingkungan yang dihadapi, dan (3) berperanserta dalam perencanaan dan pengimplementasian rencana tersebut.

(4) Penyadaran Masyarakat

Dalam rangka menyadarkan masyarakat terdapat tiga kunci penyadaran, yaitu (1) penyadaran tentang nilai-nilai ekologis ekosistem pesisir dan laut serta manfaat penanggulangan kerusakan lingkungan, (2) penyadaran tentang konservasi, dan (3) penyadaran tentang keberlanjutan ekonomi jika upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dapat dilaksanakan secara arif dan bijaksana.

(5) Analisis Kebutuhan

Untuk melakukan analisis kebutuhan terdapat tujuh langkah pelaksanaannya, yaitu: (1) PRA dengan melibatkan masyarakat lokal, (2) identifikasi situasi yang dihadapi di lokasi kegiatan, (3) analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, (4) identifikasi masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut, (5) identifikasi pemanfaatan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan di masa depan, (6) identifikasi kendala-kendala yang dapat menghalangi implementasi yang efektif dari rencana-rencana tersebut, dan (7) identifikasi strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan kegitan.

(6) Pelatihan Keterampilan Dasar

Pelatihan keterampilan dasar perlu dilakukan untuk efektivitas upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, yaitu (1) pelatihan mengenai perencanaan upaya penanggulangan kerusakan, (2) keterampilan tentang dasar-dasar manajemen organisasi, (3) peranserta masyarakat dalam pemantauan dan pengawasan, (4) pelatihan dasar tentang pengamatan sumberdaya, (5) pelatihan pemantauan kondisi sosial ekonomi dan ekologi, dan (6) orientasi mengenai pengawasan dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan dan pelestarian sumberdaya.

(7) Penyusunan Rencana Penanggulangan Kerusakan Lingkungan Pesisir dan Laut secara Terpadu dan Berkelanjutan

Terdapat lima langkah penyusunan rencana penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut secara terpadu dan berkelanjutan, yaitu: (1) mengkaji permasalahan, strategi dan kendala yang akan dihadapi dalam pelaksanaan upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, (2) menentukan sasaran dan tujuan penyusunan rencana penanggulangan, (3) membantu pelaksanaan pemetaan oleh masyarakat, (4) mengidentifikasi aktivitas penyebab kerusakan lingkungan, dan (5) melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan serta dalam pemantauan pelaksanaan rencana tersebut.

(8) Pengembangan Fasilitas Sosial

Terdapat dua kegiatan pokok dalam pengembangan fasilitas sosial ini, yaitu: (1) melakukan perkiraan atau analisis tentang kebutuhan prasarana yang dibutuhkan dalam upaya penanggulangan kerusakan lingkungan, penyusunan rencana penanggulangan dan pelaksanaan penanggulangan berbasis masyarakat, serta (2) meningkatkan kemampuan (keterampilan) lembaga-lembaga desa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan langkah-langkah penyelamatan dan penanggulangan kerusakan lingkungan dan pembangunan prasarana.

(9) Pendanaan

Pendanaan merupakan bagian terpenting dalam proses implementasi upaya penanggulangan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, peran pemerintah selaku penyedia pelayanan diharapkan dapat memberikan alternatif pembiayaan sebagai dana awal perencanaan dan implementasi upaya penanggulangan. Namun demikian, modal terpenting dalam upaya ini adanya kesadaran masyarakat untuk melanjutkan upaya penanggulangan dengan dana swadaya masyarakat setempat.


Upaya nyata yang dapat dilakukan sebagai tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup ataupun meminimalisir dampak terhadap lingkungan hidup adalah sebagai berikut:

  • Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil (fossil fuel) dan mulai menggunakan bahan bakar bio (biofuel).

  • Daur ulang limbah anorganik.

  • Penebangan hutan dengan sistem tebang pilih, dan sesuai kebutuhan.

  • Reboisasi atau penanaman hutan kembali.

  • Tidak membuang sampah pada tempat aliran air, seperti sungai, parit, dan selokan.

  • Menggunakan kendaraan bermotor sesuai kebutuhan

  • Menghemat dalam penggunaan energi, misalnya listrik

  • Berusaha menggunakan barang yang ramah lingkungan, sehingga pemakaiannya tidak hanya satu kali saja.

  • Menghemat air bersih


2.3 Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan Hidup


  • Pemerintah Dunia

Beberapa kebijakan pemerintah dunia untuk mengatasi masalah lingkungan hidup diantaranya adalah:

a. Konferensi Stockholm, 1972

Kesadaran global untuk memperhitungkan aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan kelayakan teknik dalam pembangunan mencuat tahun 1972. Hal tersebut ditandai dengan Konferensi Stockholm tahun 1972. Konferensi ini atas prakarsa negara-negara maju dan diterima oleh Majelis Umum PBB. Hari pembukaan konferensi akhirnya ditetapkan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia yaitu 5 Juni. Dari Konferensi ini menghasilkan resolusi-2 yang pada dasarnya merupakan kesepakatan untuk menanggulangi masalah lingkungan yang sedang melanda dunia. Selain itu diusulkan berdirinya sebuah badan PBB khusus untuk masalah lingkungan dengan nama : United Nations Environmental Programame (UNEP). Dalam Konferensi juga berkembang konsep ecodevelopment atau pembangunan berwawasan ekologi. Sejalan dengan hal tersebut Indonesia mulai menggagas konsep Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Namun dalam perjalanan, ternyata kesepakatankesepakatan Stockholm tidak bisa menghentikan masalah lingkungan yang dihadapi dunia. Negara-negara maju masih meneruskan pola hidup yang mewah dan boros dalam menggunakan energi. Laju pertumbuhan industri, pemakaian kendaraan bermotor, konsumsi energi meningkat sehingga limbah yang dihasilkan juga meningkat pula. Sementara negara-negara berkembang meningkatkan exploatasi Sumber Daya Alamnya untuk meningkatkan pembangunan dan sekaligus untuk membayar utang luar negerinya. Keterbatasan kemampuan ekonomi dan teknologi serta kesadaran lingkungan yang masih rendah, menyebabkan peningkatan pembangunan yang dilakukan tidak disertai dengan melindungi lingkungan yang memadai. Maka kerusakan sumber daya alam dan Lingkungan Hidup di negara berkembang juga semakin parah.

b. United Nations On Environment and Development (UNCED), 1992

Lingkungan hidup dunia yang semakin baik yang menjadi harapan Konferensi

Stockholm ternyata tidak terwujud. Kerusakan lingkungan global semakin parah. Penipisan lapisan ozon yang berakibat semakin meningkatnya penitrasi sinar ultra violet ke bumi yang merugikan kehidupan manusia, semakin banyaknya spesies flora

dan fauna yang punah, pemanasan global dan perubahan iklim semakin nyata dan betul-betul sudah di depan mata. Oleh karena itu masyarakat global memperbaharui

kembali tekadnya untuk menanggulangi kerusakan lingkungan global dengan mengadakan KTT Bumi di Rio de Jeneiro pada bulan Juni 1992 dengan tema

Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development). KTT ini kita kenal dengan

United Nations Conference on Environment and Development (UNCED). Dalam

UNCED disegarkan kembali suatu pengertian bersama bahwa pembangunan berkelanjutan harus memenuhi kebutuhan sekarang dan generasi mendatang. Untuk

mencapai hal tersebut dalam setiap proses pembangunan harus memadukan 3 aspek

sekaligus yaitu : ekonomi, ekologi dan sosbud. Secara garis besar ada 5 hal pokok

yang dihasilkan oleh KTT Bumi di Rio de Jeneiro yaitu :

1. Deklarasi Rio , mengembangkan kemitraan global baru yang adil.

2. Konvensi tentang perubahan iklim, diperlukan payung hukum guna menangani masalah pemanasan global dan perubahan iklim.

3. Konvensi tentang keanekaragaman hayati, diperlukan payung hukum untuk mencegah merosotnya keanekaragaman hayati.

4. Prinsip pengelolaan hutan, hutan mempunyai multi fungsi : sosial, ekonomi,

ekologi, kultural dan spiritual untuk generasi.

5. Agenda 21, menyusun program untuk terwujudnya pembangunan berkelanjutan : biogeofisik, sosekbud, kelembagaan, LSM.


c. World Summit On Sustainable Development (WSSD), 2002

Setelah 10 tahun KTT bumi, masyarakat global menilai bahwa operasionalisasi prinsip-2 Rio dan agenda 21 masih jauh dari harapan. Masih banyak kendala dalam pelaksanaan agenda 21. Sekalipun demikian masyarakat global masih mengganggap bahwa prinsip-2 agenda 21 masih relevan. Kelemahan terletak pada aspek implementasinya. Oleh karena itu Majelis Umum PBB memutuskan adanya World Summit On Sustainable Development (WSSD). Ada 3 tujuan utama

diselenggarakannya WSSD yaitu :

1. Mengevaluasi 10 tahun pelaksanaan agenda 21 dan memperkuat komitmen

politik dalam pelaksanaan agenda 21 di masa datang

2. Menyusun program aksi pelaksanaan agenda 21 untuk 10 tahun ke depan

3. Mengembangkan kerjasama bilateral dan multilateral

Dokumen yang dihasilkan dalam WSSD adalah :

1. Program aksi tentang pelaksanaan Agenda 21 sepuluh tahun mendatang

2. Deklarasi Politik

3. Komitmen berupa inisiatip kemitraan untuk melaksanakan pembangunan Berkelanjutan WSSD diadakan di Johannesburg, Afrika Selatan pada bulan September 2002


d. Millenium Development Goals, 2000

Konferensi Stockholm tahun 1972, konferensi Bumi (UNCED) di Rio de Jeneiro tahun 1992, dan pertemuan puncak pembangunan berkelanjutan (WSSD) tahun 2002 di Johannesburg merupakan upaya masyarakat global untuk meletakkan landasan dan strategi yang bersifat mondial dalam mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup yang semakin parah dan memprihatinkan. Kesadaran global juga mengemuka karena ternyata upaya-upaya penanggulangan kemerosotan lingkungan hidup tidak mudah dan bahkan semakin rumit dan saling kait mengkait berbagai apek kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik budaya, kemiskinan, ketimpangan antar negara dlsb.Selain 3 konferensi/pertemuan puncak para kepala negara/pemerintahan tersebut kiranya perlu dicatat pula suatu komitmen global yang tidak secara khusus membahas dan merumuskan masalah lingkungan hidup, namun kaitannya sangat erat dengan masalah lingkungan hidup yaitu Millenium Development Goals (MDG’s).

MDG’s awalnya dikembangkan oleh OECD dan kemudian diadopsi dalam United

Nations Millenium Declaration yang ditandatangani September 2000 oleh 189 negara

maju dan berkembang. Komitmen yang mencakup 8 sasaran tersebut harus dicapai

pada tahun 2015 dan sebagai angka dasar masing-masing sasaran adalah data tahun

1999. Komitmen dalam MDG’s yang dicetuskan dalam Sidang Umum PBB tahun 2000 mencakup :

1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan ,dengan mengurangi setengahnya jumlah penduduk yang berpendapatan kurang US$ 1 per hari. Mengurangi setengahnya jumlah penduduk yang menderita kelaparan.

2. Pemenuhan pendidikan dasar untuk semua, dengan menjamin semua anak dapat menyelesaikan sekolah dasar. Hal tersebut disertai dengan upaya agar anak-2 tetap mengikuti pendidikan di sekolah dengan kulitas pendidikan yang baik.

3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dengan menghilangkan perbedaan gender baik pada tingkat sekolah dasar maupun sekolah lanjutan tingkat pertama pada tahun 2005 dan tahun 2015 untuk semua tingkat.

4. Menurunkan angka kematian anak usia di bawah 5 tahun, dengan sasaran menjadi 2/3 nya.

5. Meningkatkan kesehatan ibu, dengan mengurangi ratio kematian ibu menjadi 3/4 nya.

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, dengan menghentikan dan mulai menurunkan peyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya.

7. Memberikan jaminan akan kelestarian lingkungan hidup, dengan memadukan prinsip-2 pembangunan berkelanjutan ke dalam program dan kebijakan masing-2 negara, menurunkan hilangnya sumber daya alam, mengurangi hingga 1/2 nya penduduk yg selama ini tidak bisa mengakses air bersih secara berkelanjutan, perbaikan secara signifikan terhadap tempat tinggal paling tidak 100 juta tempat tinggal kumuh (slum dwellers) sampai 2020.

8. Mengembangkan kerjasama global dalam pembangunan, antara lain dengan pengembangan sistem perdagangan dan keuangan yang transparan, kepemerintahan yang baik, memperhatikan kebutuhan-2 negara berkembang seperti : memberikan kuota export, penghapusan/penundaan pembayaran hutang , bantuan untuk pengentasan kemiskinan, bantuan untuk peningkatan produktivitas kaum muda, akses untuk memperoleh obat-2 an yang penting bagi negara berkembang. MDG’s saat ini menjadi begitu penting karena hampir 1/6 penduduk dunia atau sekitar 1,1 milyar, dalam kondisi miskin yang akut dan ekstrim dengan pendapatan kurang dari US$ 1 per hari. Kemiskinan menjadi peyebab utama dan akar dari ketidak adilan dan keamanan global. Demikian juga kemiskinan menjadi salah satu sumber utama laju kerusakan lingkungan hidup yang semakin sulit untuk ditanggulangi.Kewajiban masing- masing negara yang berkomitmen dengan MDG’s untuk melaporkan kemajuannya dalam melaksanakan program secara periodik dengan indikator yang jelas dan terukur. Wajar jika kita berharap sasaran MDG’s akan tercapai pada tahun 2015.

  • Pemerintah Indonesia

Dalam mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005-2025 adalah sbb. :

a. Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup

1. Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi LH yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.

2. Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan SDA untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan.

3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.

b. Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup

1. Mendayagunakan SDA yang terbarukan SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.

2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukanan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri.

3. Menjaga keamanan ketersediaan energi menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-2 energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.

4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air pengelolaan diarahkan menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah.

5. Mengembangkan sumber daya kelautan pembangunan ke depan perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas.Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya.

6. Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan khas Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi.

7. Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di setiap

Wilayah Pengelolaan SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

8. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat.

9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan.

10. Meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH meliputi : peningkatan kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas, penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam kegiatan produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari.

11. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.

2.4 Kelemahan Strategis dalam Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia.

Beberapa kelemahan yang sifatnya mendasar selama ini dalam mengelola lingkungan hidup dan memerlukan tekad kuat untuk diperbaiki menurut kami adalah :

1. Energi nasional dalam kurun 10 tahun terakhir tercurah habis untuk pengembangan proses demokrasi yang kurang sehat, sehingga hal-2 yang strategis dan berdampak luas dan menjangkau llintas generasi kurang mendapat perhatian dan dukungan politis. Sebagai contoh : masalah lingkungan hidup, pendidikan warga negara yang cinta tanah air, dan peningkatan kualitas SDM sangat kurang mendapat perhatian.

2. Kebijakan dan regulasi tentang pengelolaan hidup yang sudah cukup baik dalam formulasinya ternyata tidak dibarengi dengan implementasi yang baik. Sebagai contoh : illegal logging tetap berlangsung, polusi udara,air dan tanah tidak teratasi dan bahkan meningkat.

3. Penegakan hukum terhadap pelanggaran perusakkan dan pencemaran lingkungan hampir tidak ada sangsinya. Hal ini mendorong usaha rehablitasi lingkungan dan konservasinya tidak punya arti.

4. Otonomi daerah yang berorientasi menaikkan PAD menyebabkan exploatasi sumber daya yang membabi buta. Seolah-2 Lingkungan Hidup dan SDA nya adalah sapi perah yang tidaka akan habis susunya.

5. Anggaran sektor LH yang sangat kecil (kurang 1% dari APBN ?), sementara kontribusi hasil SDA mencapai sekitar 25-30% APBN, sangatlah tidak seimbang.

6. Sementara SDM yang menyadari pentingnya peran Lingkungan Hidup sebagai modal pembangunan dan sekaligus tabungan untuk anak cucu kita di masa depan tidak banyak, sekalipun itu di tingkat pengambil keputusan baik di Pusat maupun Daerah.

7. Minimnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan implementasi mengenai Lingkungan Hidup antara Pemerintah Pusat dan Daerah.



BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan


  • Penyebab utama kerusakan lingkungan hidup menurut Emil Salim ada dua yaitu:

a.Pertumbuhan penduduk

  • Lahan tempat tinggal penduduk.

  • Lapangan pekerjaan

  • Rendahnya kesadaran lingkungan

b.Kemajuan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

  • Upaya Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup

  • Upaya pendekatan melalui pendidikan, dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk memperoleh pengertian dasar tentang lingkungan hidup, permasalahannya serta peran dan tanggung jawab manusia dalam upaya melestarikan fungsi-fungsi lingkungan hidup.

2. Membantu individu dan masyarakat mengembangkan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pengelolaan, menjaga kelestarian fungsi lingkungan dan memecahkan permasalahan lingkungan.

3. Memupuk kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan hidup dan permasalahannya, melalui penyuluhan terhadap individu atau masyarakat tentang sistem nilai yang sesuai, kepekaan yang kuat atas keperdulian tentang lingkungan dan motivasi untuk secara aktif berpartisipasi terhadap pelestarian fungsi-fungsi lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan.


  • Selain dengan memberikan pendidikan kepada masyarakat, hal yang perlu diperhatikan adalah masalah penegakan hukum. Penegakan hukum perlu dilakukan pada kasus-kasus pembangunan yang menyalahi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Selain itu, penanggulangan kerusakan lingkungan pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat setempat, yaitu dengan melakukan program Pengelolaan Berbasis Masyarakat (PBM).

  • Upaya nyata yang dapat dilakukan sebagai tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup ataupun meminimalisir dampak terhadap lingkungan hidup adalah sebagai berikut:

  • Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil (fossil fuel) dan mulai menggunakan bahan bakar bio (biofuel).

  • Daur ulang limbah anorganik.

  • Penebangan hutan dengan sistem tebang pilih, dan sesuai kebutuhan.

  • Reboisasi atau penanaman hutan kembali.

  • Tidak membuang sampah pada tempat aliran air, seperti sungai, parit, dan selokan.

  • Menggunakan kendaraan bermotor sesuai kebutuhan

  • Menghemat dalam penggunaan energi, misalnya listrik

  • Berusaha menggunakan barang yang ramah lingkungan, sehingga pemakaiannya tidak hanya satu kali saja.

  • Menghemat air bersih

  • Usaha Pemerintah dalam Masalah Lingkungan Hidup

1. Mendayagunakan SDA yang terbarukan SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.

2. Mengelola SDA yang tidak terbarukan pengelolaan SDA tak terbarukan, diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukanan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri.

3. Menjaga keamanan ketersediaan energi menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-2 energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.

4. Menjaga dan melestarikan sumber daya air pengelolaan diarahkan menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah.

5. Mengembangkan sumber daya kelautan pembangunan ke depan perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas.Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya.

6. Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan khas Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi.

7. Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di setiap

Wilayah Pengelolaan SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.

8. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat.

9. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan.

10. Meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH

11. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.


  • Kelemahan Strategis dalam Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup di Indonesia.

1. Energi nasional dalam kurun 10 tahun terakhir tercurah habis untuk pengembangan proses demokrasi yang kurang sehat, sehingga hal-2 yang strategis dan berdampak luas dan menjangkau lintas generasi kurang mendapat perhatian dan dukungan politis.

2. Kebijakan dan regulasi tentang pengelolaan hidup yang sudah cukup baik dalam formulasinya ternyata tidak dibarengi dengan implementasi yang baik. 3. Penegakan hukum terhadap pelanggaran perusakkan dan pencemaran lingkungan hampir tidak ada sangsinya. Hal ini mendorong usaha rehablitasi lingkungan dan konservasinya tidak punya arti.

4. Otonomi daerah yang berorientasi menaikkan PAD menyebabkan exploatasi sumber daya yang membabi buta. Seolah-2 Lingkungan Hidup dan SDA nya adalah sapi perah yang tidaka akan habis susunya.

5. Anggaran sektor LH yang sangat kecil (kurang 1% dari APBN ?), sementara kontribusi hasil SDA mencapai sekitar 25-30% APBN, sangatlah tidak seimbang.

6. Sementara SDM yang menyadari pentingnya peran Lingkungan Hidup sebagai modal pembangunan dan sekaligus tabungan untuk anak cucu kita di masa depan tidak banyak, sekalipun itu di tingkat pengambil keputusan baik di Pusat maupun Daerah.

7. Minimnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan implementasi mengenai Lingkungan Hidup antara Pemerintah Pusat dan Daerah.


3.2 Saran

Peran pemerintah dan masyarakat dalam pencegahan kerusakan lingkungan hidup seoptimal mungkin harus seimbang, terkoordinasi, dan tersinkronisasi. Hal ini penting dilakukan mengingat pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat, termasuk mendukung pengelolaan sumberdaya dan lingkungan demi sebesar-besarnya kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat juga mempunyai tanggung jawab dan turut berperanserta untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan. Peran lembaga pendidikan juga sangat penting dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup. Pendidikan merupakan hal yang sangat mendasar dalam segala bidang, termasuk dalam pendidikan lingkungan kepada masyarakat. Pendidikan ini diperlukan untuk menciptakan masyarakat yang sadar lingkungan. Ini merupakan hal yang sangat mendasar dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan. Jika masyarakat sudah sadar akan lingkungan maka upaya pencegahan maupun perbaikan lingkungan dapat dilakukan dengan baik. Hal ini berarti untuk mencegah kerusakan lingkungan hidup diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, LSM, dan semua pihak dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA


Suwarna, Timotius. No Year. Geografi Lingkungan. Malang: UM

Tjasjono, Bayong. 2003. Klimatologi Umum. Bandung: ITB

No name. 2009. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Mulung Raya.(online).http://blhmura.wordpress.com/. Diakses 28 Oktober 2009.

Kadoet. 2006. Ekowisata Alternatif Pencegahan Kerusakan Lingkungan. (online). http://www.acehforum.or.id/ekowisata-alternatif-pencegahan-t1057.html?s=02d141180ae6782d9a4cbc32c4577837&amp. Diakses 28 Oktober 2009

No name. 2005. Kemiskinan Percepat Kerusakan Lingkungan Hidup. (online)
http://arsip.pontianakpost.com/. Diakses 29 Oktober 2009.